Kedudukan Iman Dalam Masalah Rezeki
Dalam Qs. Adz Dzariyaat (51):22-23, Allah SWT menjelaskan bahwa masalah rezeki itu ditetapkan dan ditentukan di langit. Oleh karenanya, untuk bisa mengetahui rezeki dirinya, hendaknya setiap diri rajin membuka pintu langit melalui sholat dan do'a. Isi firman tersebut adalah:
Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu. Maka demi Tuhan langit dan bumi, sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah benar benar (akan terjadi) seperti perkataan yang kamu ucapkan.
1. HR. Ibnu Syaibah No.31,Juz 8/129.
محمد بن بشر قال حدثنا إسماعيل بن أبي خالد عن عبد الملك بن عمير قال : أخبرت أن ابن مسعود قال : قال رسول الله (ص) : (أيها الناس ! إنه ليس من شئ يقربكم من الجنة ويبعدكم من النار إلا قد أمرتكم به ، وليس شئ يقربكم من النار ويبعدكم من الجنة إلا قد نهيتكم عنه ، وإن الروح الامين نفث في روعي أنه ليس من نفس تموت حتى تستوفي رزقها ، فاتقوا الله وأجملوا في الطلب ، ولا يحملكم استبطاء الرزق على أن تطلبوه بمعاصي الله فإنه لا ينال ما عنده إلا بطاعته).
Artinya:
Sahabat Ibnu Mas’ud ra berkata, telah bersabda Rasulullah saw: “Wahai manusia, sesungguhnya, tidak ada sesuatu (amal) yang dapat mendekatkan kalian ke Surga dan menjauhkannya dari Neraka kecuali telah aku perintahkan kepada kalian. Dan tidak ada sesuatu amal yang dapat mendekatkan kalian ke Neraka dan menjauhkan kalian dari Surga kecuali telah aku cegah kalian darinya. Sesunguhnya Jibril telah menyampaikan kepadaku bahwasanya tidak ada jiwa yang mati hingga disempurnakan rezekinya. Maka bertakwalah kalian kepada Allah dan perbaguslah dalam mencari rezeki. Dan janganlah karena anggapan terlambatnya rezeki yang menjadi hakmu menjadikannya kamu memintanya dengan cara bermaksyiat kepada Allah. Sesungguhnya, ia tidak akan mendapatkannya rezeki yang ada padanya kecuali dengan ketha’atannya”.
Hadits serupa juga datang dari sahabat Jabir bin Abdullah ra dan ditahrij oleh Ibnu Majah dalam As Sunan dan juga al Baihaqy.
عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ:لا تُرْضِيَنَّ أَحَدًا بِسَخَطِ اللَّهِ، وَلا تَحْمَدَنَّ أَحَدًا عَلَى فَضْلِ اللَّهِ، وَلا تَذُمَّنَ أَحَدًا عَلَى مَا لَمْ يُؤْتِكَ اللَّهُ، فَإِنَّ رِزْقَ اللَّهِ لا يَسُوقُهُ إِلَيْكَ حِرْصُ حَرِيصٍ، وَلا يَرُدُّهُ عَنْكَ كَرَاهِيَةُ كَارِهٍ، وَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى بِقِسْطِهِ وَعَدْلِهِ جَعَلَ الرَّوْحَ وَالْفَرَحَ فِي الرِّضَا وَالْيَقِينِ، وَجَعَلَ الْهَمَّ وَالْحَزَنَ فِي السَّخَطِ.
Dari sahabat ibnu Mas’ud ra, dari Nabi Muhammad Shollallahu ‘Alaihi Wasallam, ia bersabda: “Janganlah kamu membuat manusia senang/rela (ridho) dengan sebab menjadikan Allah benci. Janganlah kamu memuji seseorang atas karunia Allah, dan janganlah kamu mencela seseorang, yang karena sesuatu tidak diberikan Allah kepadamu. (Ketahuilah) bahwasanya rezeki Allah tidak digiring kepadamu oleh keserakahan orang yang serakah, dan tidak tertolak dari padamu karena tidak adanya keinginan seseorang yang tidak menginginkannya. Dan sesungguhnya Allah dengan keadilanNya, menjadikan kesenangan dan kelonggaran dalam kerelaan dan keyakinan. Dan menjadikan kebingungan dan kesusahan di dalam kebencian”.
أخرجه الطبرانى (10/215 ، رقم 10514) ، والبيهقى فى شعب الإيمان (1/221 ، رقم 208) ، وأبو نعيم فى الحلية (7/130) وقال : غريب . وأخرجه أيضًا : القضاعى (2/91 ، رقم 947) .
Atas paparan ayat dan hadits di atas, maka hal yang harus diluruskan oleh kita adalah konsep rezeki dalam Islam adalah pemberian yang didapat oleh manusia karena ketha’atannya. Bukan karena kemaksyiatan. Sesuatu yang didapat dari maksyiat, itu bukan rezeki melainkan bala’I (bencana).
Adapun salah satu sikap yang harus dilakukan oleh kita ketika mendapatkan rezeki yang datang melalui manusia lainnya, adalah setelah bersyukur kepada Allah, kitapun berbuat baik kepada orang yang menjadi jalan rezeki tersebut. Ini sebagaimana diterangkan dalam salah satu hadits berikut ini:
جابر بن عبد الله - رضي الله عنهما - : قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ أُعْطِي عَطاء فَلْيَجْزِ به إنْ وجَدَ ،وإنْ لم يجد فَلْيُثْنِ به ، فإنَّ منْ أَثْنَى به فَقَدْ شَكَرَهُ ، ومن كَتَمَهُ فقد كفَرَهُ. رواية الترمذي و أبو داود .
Barangsiapa diberi sesuatu pemberian, maka hendaknya ia membalasnya kalau ada. Kalau tidak ada, hendaknya ia memujinya. Siapa yang memujinya berarti berterimakasih, dan siapa yang menyembunyikannya,berarti mengkufurinya.
Citayam,3 Nov’08
Tidak ada komentar:
Posting Komentar